Sabtu, 20 Agustus 2016

Harapan Hilang (Cerpen)

Oleh: Rafi’udin
Dalam hijrah manusia, banyak sekali rintangan yang selalu dihadapi oleh setiap insan yang menjalaninya. Layaknya cuaca yang setiap harinya tak pernah panas dan juga tak pernah mendung. Kadang bunga indah karena musim mekarnya begitupula wangi yang disebarnya, suatu hari ia pun akan melayu dan membusuk baunya. Begitupun mega merah yang datang di setiap pagi hilang ditelan oleh siang dan kembali pada sore hari dan kemudian di tutup oleh tirai malam.
            Sesuatu yang disebut cinta pun seperti itu, pernah ku dengar orang berkata, “attraction is an accident, but falling in love is a decision” cinta itu sebuah keputusan. Keputusan yang memang haruus di ambil oleh pelaku, termasuk  diriku ini.
            Kasih sayang itu berawal dari sebuah pertemuan yang tak di harapkan. Memang begitulah kasih sayang-tak pernah disangka datangnya dan tak pernah di kira kapan perginya-. Banyak para ahli yang selalu menafsirkan cinta dan kasih sayang. Akan tetapi kebanyakan dari mereka salah besar dengan apa yang ku alami di dunia ini bersamanya.
            Dulu, pertemuan itu menjadi hal yang menyenangkan bagiku dan dirinya. Menjadi hal yang sangat rutin kami lakukan ketika selalu bercanda tawa dan bersuka ria dengannya meskipun hanya via media. Hal itu bukan menjadi penghalang bagi kami berdua. Segala menjadi indah ketika  suara kita bersua.
            Jarak bukanlah halangan bagi kami. Hal itu malah  menjadi sebuah ujian bagi kami yang mana jika kami lulus menghadapinya, kami akan mendapatkan hadiah yang tak terbayangkan. Hadiah yang kadang membuat kami terkekeh akan keluguan satu sama lain.  Via suara dan pesan singkat adalah suatu keharusan yang kami lakukan setiap mengisi kekosongan masing-masing. Bukan karena ini masa-masa SMA yang sesungguhnya kami belum rasakan. Akan tetapi ini adalah sebuah kasih sayang yang tak pernah kami harapkan. Ia datang sendiri kepada kami. Tak pernah diundang dan tak pernah kami ajak tuk datang meski hanya untuk bersinggah dalam hati kami berdua. Semua itu tidak kami sangka dan tidak kami duga. Layaknya mimpi, datang tak pernah diharapkan kadang indah dan kadang buruk.
             Tiba suatu masa di mana diriku memulai untuk memutuskan untuk menyatakan kasih sayang itu. Masa di mana banyak keraguan dalam hidupku akan keputusan ini dan masa di mana aku harus siap akan apapun yang terjadi dari keputusan yang aku buat ini nantinya.
            Gugup menerjang hati dan tubuhku, panas dingin kurasakan, basah dingin tapi panas berkobar dalam hati dan kepala ini ingin mengatur kata-kata yang ingin aku ucapkan. Serasa dunia ini hanya ada aku dan dirinya saja. Malu, senang dan takut bercampur aduk dalam benakku. Di atas kursi itu serasa berada di  atas puncak suatu jurang yang sangat tinggi. Tak ada yang ingin menolong. Semua berada dalam keputusanku antara melompat atau tetap diam. Tak ada yang tahu apa yang ada di bawah jurang itu. Air kah atau bebatuan tajam? Meskipun  aku diam, akan ada angin besar nantinya yang malah akan membuat diriku tambah jauh dari tempat jatuhku dan ini akan lebih membuat sakit kepadaku.
            Setidaknya jurang yang kupilih sudah menjadi jurang tujuanku entah aku berakhir disitu atau masih berlanjut. Dan akhirnya kupilih melompat kedalam jurang cinta yang tak pernah ku tahu apa isi dari ujung jurang itu. Sebuah keputusan yang memang berat ku lakukan. Desahan nafsu yang tak bisa ku bendung. Rontaan syahwat yang tidak bisa ku tahan. Semua itu aku lepaskan dalam satu langkah yang nantinya benar-benar tak bisa ku ulangi lagi. Luka yang aku pikirkan sudah membayang dalam pikiran dan hatiku jika nantinya jurang itu adalah tempat terakhirku. Tak bisa maju dan mundur sekalipun.
            Begitulah resiko yang harus kuhadapi dengan keputusan dan aku menyadari akan hal ini. Meski sebenarnnya cinta yang sejati belum aku ungkapkan dalam suatu ikatan agama dan negara yang sah. Tapi nafsu dan syahwat itulah yang tidak bisa aku tahan dan bendung dalam sanubari ini.
            Perang lah batin ini dengan kehendak nafsu dan amarah untuk membuat suatu keputusan yang memang dikala itu harus aku buat dan nyatakan kepadanya. Rasanya memang mudah dan tak lama, akan tetapi hal yang selalu kupikirkan adalah kedepannya. Banyak hal yang sudah aku perkiraan. Apakah benar atau tidak, segala apa yang kupirkirkan dikala itu adalah  setiap resiko yang memang akan menimpaku dan dirinya terutama dalam hubungan kita berdua.
            Sebagian orang  berkata bahwa sebagian sugesti yang ada dalam pikiran kita adalah salah satu sebab yang tak pernah manusia sangka  akan menjadi sesuatu yang nyata. Dan mungkin sekarang aku bisa berasumsi bahwa hal demikian benar adanya.
            Mungkin hal ini sudah menjadi teguran untukku akan keputusan yang aku ambil. Bisa jadi sebuah hukumanku akan keputusan ini. Keputusan yang belum bisa membuat akhir yang baik untuk hubungan kita berdua. Tapi sebagai lelaki dan kodrat bahwa lelaki memang seharusnya menjadi seorang yang bertanggung jawab atas apa yang ia putuskan akan sebuah pilihan.  Hal itu lah yang membulatkan tekadku akan terus memantapkan diri untuk benar-benar menyatakan hakikat cinta suci insan manusia, hakikat janji berdua dari pasangan manusia laki-laki dan wanita.
***-------***
            Waktu terus berjalan, bumi terus berputar, tak terasa waktu kini kian cepat dan lebih cepat. Sudah tak terasa 365 hari kami lalui. Sudah semakin banyak rintangan yang memang aku sudah rasakan selama setahun ini. Sedih, senang, marah dan cempuru dan apalah yang menurut orang bijak katakana bahwa itu adalah sebuah bumbu kehidupan. Hambar rasanya bila tak ada bumbu itu. Pelanggan yang baik tak akan pernah berganti koki. Akan tetapi, seorang koki lah yang akan selalu memberikan variasi makanan yang berbeda-beda kepada pelanggannya. Begitulah aku mengiterpretasikan sebuah kesetiaan. Tak pernah ada hasrat ingin berpindah hati. Malah sebaliknya, hati kitalah yang seharusnya semakin mantab akan variasi kehidupan ini.
            Sampai ada suatu takdir yang datang membawa kami tenggelam akan kesedihan, tak hanya kita berdua, orang-orang yang sangat di antara kami pun merasakan kesedihan dan kekhawatiran itu. Berhari-hari, berminggu-minggu pula kami larut akan kesedihan akan takdir yang datang kali ini. Tapi aku tak mengerti hingga kini, apakah takdir ini memang membuatku semakin kemah atau membuatnya semakin kuat? Pertanyaan yang tak pernah bisa kujawab sendiri. Ingin rasanya batasan ini aku hancurkan. Jarak, waktu dan keadaan ingin aku tending. Tapi apa daya aku ini. Takdir ini semakin membuatku lemah. Hati ini menjadi lemah tak segarang seekor macan yang tengah kelaparan. Sebesar apapun rintangannya, tetap akan ku terjang. Untukku…, tidak hari ini.
            Canda dan tawa serta hiburan semata via media itu, kini sudah tak semerbak dulu. Kini ku tak pernah tahu, tak pernah bertanya; apa yang sedang dia kerjakan?, apakah dia sudah makan?, ataupun hanya ingin mendengar keluh kesahya. Semua itu  sudah menjadi abu sisa kayu terbakar. Hanya menunggu angin besar tuk menghapusnya dari hati yang sudah tetutup ini. Meskipun aku tak pernah berharap untuk terbuka lagi.
            Aku pernah mendengar sebuah kata yang begitu sulit dipahami. Kata itu berbunyi; “perang terbesar adalah perang melawan hawa nafsu sendiri”. Mungkin seorang komandan tentara akan tertawa dan terkekeh akan perkataan ini begitupun serdadunya. Tapi manusia siapa yang tahu isi hati orang lain? Kalau bukan dirinya dan Tuhannya. Sekuat apapun orang itu,takkan pernah kuat di depan orang yang disayanginya.
            Kini benar ku alami, kini benar ku rasakan, dan kini benar aku lakukan bahwasanya sekarang aku harus benar-benar menjaga hati ini untuk hanya untuk-Nya. Tak bisa bisa kubergantung kepada manusia, tak bisa ku berharap lebih kepada manusia, karena kebergantungan dan harapan kepada manusia hanya sebatas ke fanaan saja. Kebergantungan dan harapan yang sebenar-benarnya adalah kepada Tuhan yang maha abadi.
            Disinilah aku, di pelabuhan baru yang tak pernah ku kunjungi sebelumnya. Pelabuhan yang kuberharap semuanya akan datang kesini dan memang benar adanya. Semua ciptaan yang ada di dunia ini, terlebih manusia. Semua akan berkumpul disini. Entah melakukan apa? Yang penting disini adalah akhir dari perjalanan manusia selama hidupnya. Bertemu dengan kekasihnya yang sesungguhnya. Kekasih yang takkan pernah pergi, selalu bersama dan selalu memberikan kasih saying yang tak pernah ada duanya.

19-Mei-2016
Surabaya
           

            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar